Translate

Jumat, 23 Oktober 2015

Muslim - Sahabat Mari Kita Jaga Allah, Niscaya Allah Akan Menjagamu - KokoLinds.Com


Sahabat Muslim, Marilah Kita jaga Alloh selalu dalam jiwa dan hati kita, maka Niscaya Alloh akan selalu menjaga kitadala keadaan apapun kondisi kita, dimanapun dan kapanpun kita berada.. Kali ini KokoLinds.Com akan berbagi Nasehat RasulAlloh SAW yang di berikan pada Ibnu Abbas Dibawah ini, mari di telaah dan dijadilah Iktibar Pelajaran Hadist Rasul Berikut:


بْد الله بن عَبّاسٍ -رَضِي اللهُ عَنْهُما- قالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمًا، فَقَالَ: ((يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ))
Dari Abu Abbas Abdullah bin Abbas RA berkata, ‘Saya pernah berada di belakang Rasulullah SAW pada suatu hari, beliau bersabda, ‘Wahai anak, saya hendak mengajarimu beberapa kalimat; Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu; jagalah Allah, niscaya engkau mendapati-Nya bersamamu; jika engkau meminta, mintalah kepada Allah; jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, jika umat manusia bersatu untuk memberi manfaat dengan sesuatu, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.’ (HR. Turmudzi)
Takhrij Hadits
  1. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dalam Kitab Shifatil Qiyamah War Raqa’iq Wal Wara’ ‘An Rasulillah, hadits no 2440.
  2. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam musnadnya, dalam bidayah musnad Ibni Abbas RA, hadits no 2537.
Pelajaran Hadits: 
1. Cara Nabi SAW memberikan nasihat yang sangat bijaksana, di mana beliau memberikan nasihat kepada Ibnu Abbas dengan beberapa metode:
a. Beliau memulai sapaan dengan panggilan “Ya Ghulam” (wahai anak muda) kepada Ibnu Abbas. Ghulam umumnya digunakan untuk memanggil seorang anak yang menjelang dewasa, atau untuk memanggil anak yang baru dewasa. Sapaan seperti ini tentunya akan menentramkan siapapun yang disapanya, sehingga ia akan lebih bisa memperhatikan isi dari nasihat tersebut.
b. Bahwa Nabi SAW memberikan nasihat kepada Ibnu Abbas RA ketika ia membonceng di belakang Nabi SAW. Dalam kondisi seperti ini, tentulah kedekatan antara Nabi SAW dengan Ibnu Abbas menjadikan nasihat yang diberikan akan menjadi sangat efektif dan mudah diterima dalam hati.
c. Nabi SAW juga memulai memberikan nasihat dengan ungkapan; ‘Inni u’allimuka kalimaat’ (aku hendak mengajarimu beberapa kalimat). Artinya bahwa Nabi SAW menyampaikan kepada Ibnu Abbas, ada beberapa poin nasihat yang akan disampaikan beliau kepadanya. Penyampaian seperti ini tentu akan membuka memori Ibnu Abbas untuk menyimpan beberapa poin tersebut.
2. Adapun nasihat yang disampaikan Rasulullah SAW kepada Ibnu Abbas adalah beberapa poin penting, yaitu:
a. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Maksud dari jagalah Allah adalah pesan untuk berpegang teguh terhadap perintah-perintah Allah dan tidak melanggar larangan-larangan Allah SWT. Atau dengan kata lain, pesan untuk senantiasa taat terhadap syariat Allah SWT. Dan apabila kita menjaga syariat dan hukum-hukum Allah SWT, maka niscaya Allah SWT akan menjaga dan memelihara kita, di manapun kita berada. Karena Allah SWT adalah sebaik-baik pemelihara dan penjaga kita. Dalam Al-Qur’an disebutkan :
قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلاَّ كَمَا أَمِنتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِن قَبْلُ فَاللّهُ خَيْرٌ حَافِظاً وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ٦٤
Berkata Ya`qub: “Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?”. Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (QS. Yusuf: 64)
b. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya bersamamu. Ini adalah benefit kedua apabila kita menjaga hukum dan syariat Allah SWT, yaitu bahwa Allah SWT akan senantiasa bersama dengan kita. Maksudnya adalah bahwa Allah SWT akan selalu menolong, membela, dan melindunginya. Dalam poin ini terdapat hikmah penting yang tersirat, yaitu bahwa pertolongan Allah SWT sangat erat kaitannya dengan aspek menjaga hukum dan syariat Allah SWT. Maka jika ingin mendapatkan nashrullah, kita harus taat terhadap hukum dan syariat Allah SWT.
c. Jika meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Dalam poin ini sangat jelas pesan Rasulullah SAW kepada ibnu Abbas dan juga kepada umatnya untuk senantiasa meminta sesuatu dan bersandar hanya kepada Allah SWT. Karena Allah SWT lah yang Maha Mengabulkan segala doa permintaan hamba-Nya. Dan larangan meminta kepada selain Allah. Allah SWT berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ٦٠
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 60)
d. Jika meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Sebagaimana poin sebelumnya bahwa kita hanya boleh meminta kepada Allah, maka kita pun juga hanya boleh meminta pertolongan kepada Allah SWT. Karena jika meminta pertolongan kepada Allah, niscaya Allah SWT akan memberikan pertolongan-Nya dan menganugerahkan kemenangan. Allah SWT berfirman :
إِن يَنصُرْكُمُ اللّهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِن يَخْذُلْكُمْ فَمَن ذَا الَّذِي يَنصُرُكُم مِّن بَعْدِهِ وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكِّلِ الْمُؤْمِنُونَ ١٦٠
Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS. Ali Imran: 160)
e. Yang dapat memberikan manfaat atau mudharat, hanyalah Allah SWT. Poin ini adalah “buah” dari meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT. Karena hanya Allah lah yang bisa memberikan pertolongan dan kemenangan. Oleh karenanya, jika suatu kaum atau satu organisasi atau satu pasukan atau satu negara sekalipun berniat untuk memberikan mudharat kepada kita, niscaya itu tidak akan pernah terjadi tanpa adanya “izin” dari Allah SWT. Sebaliknya jika suatu kaum, kelompok, organisasi atau negara sekalipun berniat untuk memberikan kebaikan kepada kita, maka segala upaya mereka tidak akan pernah terjadi sama sekali, tanpa adanya “izin” dari Allah SWT. Kuasa Allah SWT meliputi segala sesuatu. Allah SWT berfirman :
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدُيرٌ ١٧
Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. (QS. Al-An’am: 17)
f. Pena telah diangkat dan kertas telah kering. Artinya segala sesuatu yang terjadi, pasti sudah tertulis di Lauhil Mahfudz sesuai dengan kehendak Allah. Maka oleh karenanya, dalam menjalani kehidupan dan perjuangan, yang terpenting dilakukan adalah ikhtiar dan usaha yang maksimal. Kita hanya diperintahkan untuk berusaha, adapun hasil adalah diserahkan kepada Allah SWT. Jika dalam perjalanan terjadi sesuatu, maka pastilah hal tersebut terdapat hikmah yang besar karena hal tersebut terjadi adalah karena izin dan kehendak Allah SWT.
SEMOGA BERMANFAAT
Wallahu A’lam bis shawab.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/04/04/30529/jagalah-allah-niscaya-allah-akan-menjagamu/#ixzz3pNRSTzU8 

Jumat, 09 Oktober 2015

Muslim - Adab Cara Tuntunan Menyambut Kelahiran Anak Secara Islam - KokoLinds.Com


Anak adalah karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua keluarga. Keberadaannya sangat dinantikan karena akan menjadi penerus sejarah manusia, dan menjadi salah satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak sangat berharap agar segera mendapatkannya. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat manusia.
Agama Islam telah memberikan perhatian yang sangat detail tentang anak, sejak proses konsepsi, kehamilan, kelahiran, sampai pendidikan ketika anak lahir dan masa tumbuh kembang hingga dewasa. Semua mendapatkan perhatian dan tuntunan yang teliti. Ini menunjukkan demikian penting menjaga, merawat, serta mendidik anak sejak awal.
Dalam agama Islam, ada beberapa adab atau tuntunan dalam menyambut kelahiran bayi. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mendoakan Bayi
Hendaknya orang tua mendoakan untuk kebaikan bagi bayi yang baru lahir. Bukan hanya orang tua, bahkan orang lain turut mendoakan ketika mendengar berita kelahiran bayi. Dalam rubrik www.konsultasisyariah.com dijelaskan, ada beberapa tuntunan doa bagi bayi yang baru lahir.
Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak.
Dari Abu Musa Ra, beliau mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi saw. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah saw kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi ini dibawa ke hadapan Nabi saw. Asma mengatakan, “... Kemudian Nabi saw minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah saw, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya” (HR. Bukhari 3909).
Tidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah untuk anak. Dalam Fatawa Syabakah Islam dinyatakan, "Tidak terdapat dalil – sepengetahuan kami – yang menunjukkan dianjurkannya membaca ayat Al-Quran atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik doa dari ibunya, bapaknya, atau doa dari orang lain" [Fatawa Syabakah Islam, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605].
Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita pahami. Misalnya dengan membaca, “Baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahi kamu) atau semacamnya.
Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan.
Salah satu contohnya adalah doa yang dipraktekkan oleh istri Imran, ibunya Maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam:
Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).
Satu hal yang istimewa, karena doa ibu Maryam inilah ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, "Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya (HR. Bukhari 3431).
Kemudian Abu Hurairah ra, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.
Kita bisa meniru doa istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.

Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa membaca doa:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”
Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi saw, ketika mendoakan cucunya Hasan dan Husain.
Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah saw membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,
أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
“Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk” (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).
Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa dibaca doa:
أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Dengan lafazh : U’iidzuki …..
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Dengan lafazh : U’iidzuka …..
2. Adzan dan Iqamah
Sang ayah segera mengazani di telinga kanan dan mengiqamahkan di telinga kiri pada anaknya yang baru lahir. Pemberian adzan dan iqamah baru lahir ini salah satu tujuannya agar kalimat yang pertama kali didengar sang bayi adalah kalimat thayyibah dan dijauhkan dari segala gangguan setan yang terkutuk.
Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz, ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali, termasuk ulama yang menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini.
Ulama kontemporer, Wahbah az-Zuhaily juga menyunnahkan hal ini dalam kitab al-Fiqh al-Islami Wa adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk mengadzani di telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati seperti iqamat untuk shalat di telinga kirinya” (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu : 4/288).

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya juga menyunnahkan dibacakan adzan ini, “Termasuk sunnah dilakukan, mengadzani telinga kanan dan mengiqamahi telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, supaya yang pertama kali didengar telinga anak adalah asma Allah SWT”.

Imam an-Nawawi, tokoh ulama madzhab asy-Syafi’i dalam al-Majmu’ pada juz 8/443 menulis, “Berkata sekelompok ulama dari sahahabat-sahabat kami (ulama Syafi’iyyah), disukai untuk diadzani di telinga kanan dan diiqamahi di telinga kiri bayi yang baru dilahirkan”
Namun sebagian ulama yang lain tidak menyunnahkan adzan dan iqamat bagi bayi yang baru lahir bahkan menganggapnya sebagai bid’ah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik bin Anas. “Imam Malik mengingkari perbuatan mengadzani di telinga bayi ketika dilahirkan” (Mawahib al-Jalil fi Syarh Mukhtashar asy-Syaikh Khalil : 3/321).
Dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Ibadat dijelaskan sikap Imam Malik, “Imam Malik benci perkara-perkara ini (adzan selain panggilan untuk shalat) dan menganggapnya sebagai bid’ah” (Mausu’ah Fiqh al-Ibadat : 7/7).
Para ulama yang yang menganggap perbuatan ini sebagai bid’ah karena dalil atau hadits yang memerintahkan adzan untuk bayi yang baru lahir tidak kuat, alias hadits dhaif. Oleh karena haditsnya lemah, maka tidak bisa dipakai sebagai landasan untuk menyunnahkan adzan untuk bayi yang baru lahir.
Jadi, aktivitas memperdengarkan adzan dan iqamah untuk bayi yang baru lahir, dari segi hukum fikih termasuk amal yang diperdebatkan para ulama. Walaupun dari segi manfaat bisa diterima, bahwa memperdengarkan kalimat tauhid bagi bayi yang baru lahir merupakan bagian dari pendidikan keimanan untuk anak.
3. Tahnik
Kita perhatikan tindakan yang dilakukan Rasulullah saw terhadap bayi yang baru saja lahir, sebagaimana penuturan istri beliau, Aisyah ra:
“Apabila didatangkan bayi yang baru lahir ke hadapan Rasulullah saw, maka beliau mendoakan barakah kepadanya dan mentahniknya” (HR. Imam Bukhari no. 5468 dan Imam Muslim no. 2147).
Yang dimaksud dengan tahnik adalah mengunyah kurma sampai lumat hingga bisa ditelan, kemudian menyuapkan kurma lembut tersaebut ke mulut bayi. Apabila tidak didapatkan kurma, maka diganti dengan makanan manis lain yang bisa digunakan untuk mentahnik. Para ulama bersepakat bahwa istihbab (disenangi) melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian dijelaskan oleh Imam An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini.
Perbuatan Rasulullah saw ini bisa kita lihat dalam hadits Anas bin Malik ra, “Aku membawa Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada Rasulullah saw pada hari kelahirannya, dan waktu itu beliau menggunakan mantelnya sedang mengecat untanya dengan ter. Lalu beliau bertanya: “Apakah engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.”
Kemudian kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu beliau masukkan ke mulut dan mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi dan meludahkan kurma itu ke mulut bayi. Mulailah bayi itu menggerak-gerakkan lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka Rasulullah saw bersabda, “Kesukaan Anshar adalah kurma,” dan beliau memberinya nama Abdullah” (HR. Imam Bukhari no. 5470 dan Imam Muslim no. 2144).
Hadits Anas bin Malik di atas juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa tahnik dilakukan dengan menggunakan kurma, dan ini yang utama. Tahnik hendaknya dilakukan oleh orang yang shalih, baik laki-laki ataupun perempuan. (Syarh Shahih Muslim)
Begitu pula bisa kita simak kisah-kisah tentang pelaksanaan tahnik yang datang dari sahabat-sahabat yang lainnya. Abu Musa Al Asy’ari ra menceritakan: Telah lahir anak laki-lakiku, lalu aku membawanya kepada Nabi saw kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma (HR. Imam Bukhari no. 5467 dan Imam Muslim no. 2145).
Asma’ binti Abi Bakr ra mengisahkan ketika dia mengandung anaknya, Abdullah ibnu Az Zubair di Mekkah:
“Aku keluar (untuk hijrah), sementara telah dekat waktuku melahirkan. Maka aku pergi ke Madinah dan aku singgah di Quba’, serta melahirkan di sana. Kemudian aku mendatangi Rasulullah saw lalu beliau meletakkan anakku di pangkuannya. Kemudian beliau meminta kurma, dan mengunyahnya lalu meludahkannya ke dalam mulut anakku. Maka yang pertama kali masuk ke perutnya adalah ludah Rasulullah saw. Beliau mentahniknya dengan kurma, kemudian mendoakannya dan memintakan barakah baginya. Dan dia adalah bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam (dari kalangan Muhajirin)” (HR. Imam Bukhari no. 5469 dan Imam Muslim no. 2146).
Tujuan tahnik adalah persiapan agar bayi nantinya mudah untuk merasakan manisnya air susu ibu dan juga agar mulut bayi kuat sehingga mampu menghisap air susu ibunya. Cara mentahnik bayi adalah dengan meletakkan sedikit buah kurma di atas jari telunjuk dan dimasukkan ke mulut bayi serta dengan perlahan-lahan digerakkan ke kanan dan kiri. Ini dilakukan agar kurma tadi bisa menyentuh seluruh mulut bayi hingga terkena rongga tekaknya.
4. Aqiqah
Menurut bahasa kata ‘aqiqah berarti memotong. Dinamakan ‘aqiqah, karena dipotongnya leher binatang. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Hukum aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah saw bersabda : "Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya" (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad).
Jumlah kambing aqiqah bayi bisa dilihat dari hadits Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda : "Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing" (HR Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).
5. Memberi Nama yang Baik
Salah satu kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik untuk anaknya. Nama anak merupakan doa dan harapan dari orang tua. Memberi nama tidak boleh sembarangan, dengan nama-nama yang sekedar indah atau unik, namun harus mengandung makna yang baik.
Sahabat Sahl bin Sa’d ra menceritakan, didatangkan Al Mundzir putra Abu Usaid ke hadapan Rasulullah saw ketika dia dilahirkan. Maka Nabi saw meletakkannya di atas pangkuannya, sedangkan Abu Usaid duduk. Pada waktu itu Rasulullah saw sedang sibuk sehingga Abu Usaid memerintahkan agar anaknya dibawa kembali, maka anak itu diangkat dari pangkuan Rasulullah saw dan mereka pun mengembalikannya pada Abu Usaid.
Ketika Rasulullah saw selesai dari kesibukannya, beliau bertanya, “Di mana bayi tadi?” Abu Usaid pun menjawab: “Kami membawanya kembali, ya Rasulullah!” Lalu beliau bertanya, “Siapa namanya?” Jawab Abu Usaid: “Fulan, ya Rasulullah!” Beliau pun bersabda, “Tidak, akan tetapi namanya Al Mundzir.” Kemudian pada hari itu beliau memberinya nama Al Mundzir (Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2149).
Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, memberi nama anak bisa dilakukan pada hari kelahirannya, hari ketiga atau hari ketujuh. Ciri nama yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat yang diharamkan atau dibenci agama.
Dianjurkan menamai anak laki-laki dengan nama Abdu (penghambaan) yang disambungkan dengan asma’ul husna, seperti Abdul ‘Aziz, Abdul Malik, dan sebagainya. Yang sangat dianjurkan adalah Abdullah atau Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim).
Baik juga menamai anak dengan nama-nama Nabi dan Rasul. Nabi saw pernah menamai sebagian sahabat dengan nama Nabi dan Rasul. Baik pula menamai anak dengan nama orang-orang salih, seperti dengan nama sahabat, tabi’in dan imam kaum muslimin.
Yang dilarang adalah menamai anak dengan nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Ka’bah, Abdusy Syams, Abdul Husain dan sebagainya. Tidak boleh juga memberi nama anak dengan nama-nama yang khusus bagi Allah, seperti Ar Rahman, Al Khaaliq, Ar Rabb dan sebagainya. Tidak boleh menamai anak dengan nama-nama patung atau berhala yang disembah selain Allah, seperti Latta, Uzza, Hubal dan sebagainya.
6. Mencukur Rambut Bayi
Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.
Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, salah satu dalil yang biasa dijadikan acuan dalam hal ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw mengaqiqahi Hasan dengan kambing, dan beliau menyuruh Fatimah untuk mencukur rambutnya. “Cukur rambutnya, dan bersedekahlah dengan perak seberat rambut itu.”
Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya sekitar satu dirham atau kurang dari satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-Hakim dalam Mustadrak 7589 dan didiamkan azd-Dzahabi).
Catatan: satu dirham setara dengan 2,975 gr perak.
Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa riwayat dan keterangan ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad mengatakan, “Sesungguhnya Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan wariq (perak) seberat rambutnya.
Kedua, Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha’, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Fatimah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, dan beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”. Ketiga, Imam Malik juga menyebutkan dalam al-Muwatha’ dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau mengatakan, “Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbang rambut Hasan dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”.
Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak harus berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu pada harga perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan, karena kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja. Perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr.
Cari informasi harga perak/gr saat ini. Misal: 12.000. Kalikan seberat prediksi berat rambut bayi. (2 gr x Rp 12.000 = Rp 24.000). Sedekahkan uang Rp 24.000 kepada orang miskin siapapun yang ada di sekitar kita. Boleh juga ditambahi atau digenapkan.
Rujukan :www.konsultasisyariah.com
SEMOGA BERMANFAAT

Muslim - Anak Bisa Menjadi Pembatal Orang tua Masuk Surga - peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka - KokoLinds.Com

Bismillah … Ass Alaikum WR WB
Ada seorang anak, yang dimasa kecilnya begitu lucu, menggemaskan, rajin, pintar, dan cerdas, serta hal-hal baik lainnya melekat ada pada diri anak tersebut. Pendidikan parenting yang diperolehnya di masa kecil begitu baik. Di sekolah prestasinya juga menonjol. … Namun sayangnya, saat ia beranjak remaja kondisi tersebut pelan-pelan berubah, sifat buruknya lebih dominan dari sifat baiknya. Sang anak menjadi pribadi yang berani menentang hukum-hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia mengusung nilai-nilai liberalisme yang menghendaki kebebasan individu dalam segala bidang, sehingga kehidupannya pun jauh dari nilai-nilai agama. Demikian berlanjut terus ke perjalanan hidupnya di masa tuanya.
Mengapa kondisi akhirnya bisa seperti itu?
Apakah resikonya kelak di akhirat hanya ditanggung sendiri oleh anak?

Mari kita bahas.
Mungkin Anda pernah mendengar cerita tentang orangtua yang sudah divonis masuk surga, tetapi kemudian dibatalkan dalam pengadilan akhirat hingga akhirnya dia masuk neraka bersama anaknya. Itu terjadi karena anaknya menggugat orangtuanya yang tidak pernah memperhatikan agamanya sewaktu di dunia, sementara orangtua sibuk dengan urusan ibadahnya atau dunianya sendiri.
Sebagai pengantar jurnal, dan mengenang gaya tausiyah yang kocak dari alm. KH. Zainuddin MZ, Sampai sekarang saya tidak tahu apakah cerita tersebut derajatnya shahih ataukah tidak? Karena saya belum pernah menemukannya pada hadist Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, yang jelas makna yang terkandung di dalamnya sama sekali tidak bertentangan dengan makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits shahih. AllahSubhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
[QS At-Tahriim: 6]
.
Tentang ayat ini dalam kitab tafsir Ath-Thabari, Qatadah berkata: “Perintahkan mereka untuk taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan laranglah mereka dari perbuatan maksiat kepada-Nya. Bantulah mereka untuk mengerjakan perintah Allah. Apabila kamu melihat mereka melakukan kemaksiatan, maka tegurlah!”
Ibnu Jarir berkata: “Kita wajib untuk mengajarkan anak-anak kita tentang agama Islam, kebaikan dan adab!”
Sedangkan Ibnu Umar berkata: “Didiklah anakmu, karena kelak kamu akan ditanya tentang pendidikan dan pengajaran seperti apa yang telah kamu berikan kepada anakmu. Anakmu juga akan ditanya tentang bagaimana dia berbakti dan berlaku taat kepadamu.”
Dari penjelasan para mufassir tersebut, dapat dipahami bahwa ayat ke-6 dari QS At-Tahriim itu merupakan sebuah perintah tegas kepada seorang Muslim untuk menjaga keluarganya dari siksa api neraka, yaitu dengan cara memperhatikan pendidikan agama mereka dan selalu memperhatikan tindak-tanduk mereka. Namanya kewajiban, maka bila perintah tersebut tidak dipatuhi dengan baik oleh seorang Muslim, tentu ada konsekuensi yang akan dia dapatkan di akhirat nanti.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya.”
[HR Bukhari dan Muslim]
.
Hadits ini juga mengisyaratkan bahwa bila seorang Muslim tidak mendidik anaknya dengan baik, maka kelak dia akan dimintai pertanggung-jawaban atas tugasnya di dunia itu, dan tentunya ada konsekuensi yang akan dia dapatkan.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengangkat derajat seorang hamba yang shaleh di surga. Kelak ia akan berkata, ’’Wahai Rabbku, bagaimana hal ini bisa terjadi padaku?” Dijawab-Nya, “karena permohonan ampunan anakmu untukmu””
[HR Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Ibn Kat
sir]
.
Bila seorang hamba mendapatkan hasil yang baik (di akhirat) karena dia telah mendidik anaknya dengan baik sehingga menjadi anak shaleh yang berdo’a memohonkan ampunan untuknya (hanya do’a anak shaleh yang diterima, saat pintu amal terputus, saat di alam barzah); maka dapat dipahami secaramafhum mukhalafah (pengertian terbalik), bahwa seorang hamba juga akan mendapatkan hasil yang tidak baik (di akhirat) karena lalai dalam memperhatikan dan mendidik anaknya.
Jadi, hati-hati bahwa anak bisa menjadi pembatal orangtua masuk surga.
Secara umum, Parenting adalah upaya terbaik yang ditempuh oleh orangtua dalam mendidik anak dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Untuk masa anak-anak, pendidikan parenting lebih ditekankan pada proses interaksi berkelanjutan antara orangtua dan anak yang meliputi aktivitas-aktivitas seperti: memberi makan (nourishing), memberi petunjuk (guiding), dan melindungi (protecting) anak-anak ketika mereka tumbuh berkembang.
Sedangkan parenting untuk usia remaja sebaiknya lebih ditekankan pada proses interaksi berkelanjutan yang meliputi aktivitas-aktivitas seperti: membekali dengan ilmu yang bermanfaat (enlightening), memberi petunjuk dan nasehat (coaching + counseling), dan melindungi (protecting) anak-anak dari serbuan perang pemikiran atau perang akidah. Ada sebuah petuah bijak:
“You will be the same person in five years as you are today except for the people you meet and the books you read.”
[Charlie “Tremendous” Jones]
.
Dengan demikian, orangtua seharusnya tidak lalai memperhatikan kualitas pergaulan anaknya, juga peduli dengan buku-buku bacaan anaknya. Tidak dengan kekuatiran yang berlebihan, namun bersama-sama belajar mengelolanya, agar tidak tumbuh benih-benih kebencian dalam kehidupan sosial yang majemuk.
Sungguh, betapa tidak akan ada artinya ketika anak telah berhasil meraih berbagai prestasi yang membanggakan, namun pondasi dasarnya rapuh. Hal ini bisa menjadi bom waktu bagi anak di usia dewasanya kelak, yang juga berdampak pada orangtuanya.
Lihatlah berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang banyak merugikan negara.
Lihatlah penjara-penjara kriminal banyak diisi oleh para terdidik.
Lihatlah kasus perzinaan, perselingkuhan, dan perilaku seksual menyimpang.
Lihatlah kasus anak tidak dianggap lagi oleh orangtuanya karena akidahnya telah digadaikan (murtad).
Lihatlah episode kehidupan dimana ada anak yang terbelenggu kesibukan duniawi tidak lagi peduli dengan orangtuanya yang telah berusia senja.
Lihatlah kasus mereka yang terperosok mengikuti aliran sesat, yang selain menggerogoti iman juga merongrong finansial serta merusak keutuhan keluarga.
Padahal, semuanya tampak baik-baik saja pada awalnya. Namun nyatanya,“life begin at 40” diisi dengan gundah gulana, tiada kedamaian hati.
Sebelum semuanya terlambat, pandanglah anak-anak kita hari ini…
… sudahkah kita memperlakukan anak kita dengan baik?
… sudahkah kita menginvestasikan waktu yang berkualitas bersama mereka?
… sudahkah kita mengetahui harapan-harapannya?
… impiannya?
… keinginannya?

yang semuanya dibarengi dengan bekal ilmu yang bermanfaat dari orangtuanya?
Mari susun game plan pertanggung-jawaban terhadap titipan yang telah diamanahkan-Nya kepada kita.
Di dunia luar, anak diberikan pendidikan teknis (akademis) untuk masa depannya yang gemilang. Di dalam rumah, diimbangi dengan pendidikan karakter dari orangtuanya, karena itu telah menjadi kewajiban atas perintah-Nya. Anak-anak muslimin yang tidak berkarakter adalah mangsa empuk racun pemikiran.
Wallaahu a’lam bish-showab
Salam hangat tetap semangat,, Semoga Bermanfaat

Muslim - Hadist dan Adab Berbakti n Berbuat baik pada Orang Tua Islami - KokoLinds.Com

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم


I.            PENDAHULUAN

Islam telah mengajarkan kepada kita agar berbakti kepada orang tua, mengingat banyak dan besarnya pengorbanan serta kebaikan orang tua terhadap anak, yaitu memelihara dan mendidik kita dejak kecil tanpa perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak mengharapkan balasan sedikit pun dari anak, meskipun anak sudah mandiri dan bercukupan tetapi orang tua tetap memperlihatkan kasih sayangnya, oleh karena itu seorang anak memiliki macam-macam kewajiban terhadap orang tuanya menempati urutan kedua setelah Allah Swt, dan kita juga dilarang durhaka kepada orang tua. Dalam makalah ini, pemakalah akan memaparkan tentang birrul walidain dan ‘uququl walidain.

           II.            HADIS

A.    Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.

عَنْ عَبْدُ الله بن عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: رِضَى اللهُ فى رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم)

Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1]

B.     Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ اَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[2]
C.    Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
عَبْدُ الله بن مَسْعُودٍ قال سَاَ لْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ايُّ الْعَمَلِ اَحَبُّ الى الله قال: الصَّلَاةُ على وَقْتِهَا قال: ثم اي قال:ثُمَّ بِرُّ الْوَالْدَيْنِ قال: ثم اي قال: الجِهَادُ فى سَبِيْلِ الله ( اخرجه البخاري و مسلم)
Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[3]

D.    Hadis Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya.
عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان الله حرم عليكم عقوق الامهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[4]

E.     Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
عن عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه . قيل رسول الله.و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل: يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).[5]

 III.            PEMBAHASAN


A.    Birrul Walidain

1.      Pengertian Birrul Walidain
Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-WalidainBirru ataual-birru artinya kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.

2.      Kedudukan Birrul Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[6]

3.      Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
a.       Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.
b.      Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[7]
c.       Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.
d.      Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
e.       Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.
f.       Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
g.      Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
h.      Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:
-          Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
-          Melunasi semua hutang-hutangnya
-          Melaksanakan wasiatnya
-          Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
-          Memuliakan sahabat-sahabatnya
-          Mendoakannya.[8]

4.      Doa Anak untuk Orang Tua
Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41
41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".

Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24

24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

B.     ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan  atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut).[9] 


[1] Ibnu Hajar al-Asqolani, Terjemahan lengkap Bulughul Maram, ( Jakarta: Akbar,cet2,2009),hlm.671.
[2] Imam nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin juz I, (Jakarta: Pustaka Amani,cet IV,1999),hlm.327.
[3] Imam Nawawi,...hlm.325.
[4] Imam ibnu Al-Jauzi, Shahih Bukhari juz IV,(Qohiroh:Darul Hadis,2008),hlm.138.
[5] Imam Muhammad bin Ismail al-‘amir al-Yamin as-Son’ani, Subulussalam, Syarh Bulughul Maram, ( Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah,1998)hlm,306.
[6] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhklak,(Yogyakarta,LPPI,cetIX,2007),hlm.147-152.
[7] Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rosul,(Semarang: Aneka Ilmu,cet I, 2006),hlm.378.
[8] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak,..hlm.152-156.
[9] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak,...hlm,157-159.

SEMOGA BERMANFAAT